Penantian Panjang Gebrakan BPOM Meredam Kasus Keracunan Makanan
Menurut data WHO (Organisasi Keehatan Dunia), ada 2 juta orang meninggal per tahun karena keracuna makanan serta minuman. Di Indonesia sendiri, terjadi pula sekitar 200 kasus keracunan makanan serta minuman per tahunnya. Sangat minimnya pengawasan serta law inforcement membuat banyak sekali korban berjatuhan secara masif. Hal ini didasari pula atas tingginya laporan akan kasu keracunan makanan serta minuman di daerah Indonesia. Hal ini merupakan indikator bahwa banyak makanan yang beredar di pasaran merupakan momok menakutkan yang secara tidak sadar masyarakat harus mengkonsumsinya.
Infografik Keracunan Makanan |
Puskesmas Girijaya yang terletak di Sukabumi, Jawa Barat, didatangi puluhan orang yang mengeluh sakit perut serta pusing. Para pasien ini keracunan usai mengkonsumsi makanan dalam acara hajatan yang diselenggarakan oleh warga sekitar.Pada waktu itu membuat daya tamoung yang terbatas membuat pelayanan di puskesmas tersebut kewalahan. Dari 84 orang, hanyalah 42 orang saja yang bisa tertangani secara baik dan benar, Sebagian pula dirawat di selasar dan tenda darurat yang dipasang di halaman depan puskesmas.
Sebanyak 10 orang dirujuk ke RSUD Sekarwangi karena diperlukan penanganan serius. Sisanya diperbolehkan pulang menjalani rawat jalan setelah diperiksa secara seksama. 1 korban yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi dilaporkan meninggal dunia sehari kemudian.
Pasien Kearcunan Makanan dan Minuman |
Kasus keracunan makanan serta minuman yang terjadi di Kabupaten Sukabumi merupakan yang tertinggi di Indonesia. Seperi dilansir oleh kantor berita ANTARA (19 Januari 2016). Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang bernama Harun Alrasyid menyampaikan, untuk tahun 2015, saja jumlah kasus keracunan di wilayah ini telah mencapai 16 kasus per tahun.
Terhitung pada awal 2016 sudah 4 kasus yang terekam dilaporkan, dengan total jumlah korban mencapai lebih dari 100 orang ang telah menjalani perawatan di Rumah Sakit atau Puskesmas. Satu orang diantaranya dilaporkan meninggal dunia akibat kasus yang terjadi di girijaya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan yang telah melakukan survei konsumsi makanan individu pada 2014 menemukan fakta bahwa ada sekitar 200 laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan telah terjadi di Indonesia per tahunnya.
Pada tahun 2015 pula Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) merilis ada seratus kasus keracunan pangan yang dilaporkan terjadi hingga akhir triwulan ketiga 2015. Tak hanya akibat jajanan dan makanan pada bidang jasa boga, ada pula keracunan diakibatkan oleh minuman ringan serta minuman keras oplosan.
Temuan lain yang diungkap BPOM mengenai jenis pangan yang bermasalah pun masih terhitung sama setiap tahunnya. Es batu, bakso berformalin dan sirup berperwarna tekstil adalah tiga jenis makanan berbahaya yang sering dan secara masif dapat dengan mudah dijumpai dan dikonsusmsi oleh masyarakat.
Pada triwulan pertama tahun 2015 (Januari-Maret) tercatat 25 kasus keracunan pangan dengan perincian 14 insiden yang disebabkan oleh makanan dari jasa boga, 5 insiden keracunan yang disebabkan oleh keracunan jajanan, 3 kasus dari minuman, serta 2 akibat pangan dari olahan rumah tangga. Tidak ada laporang yang meninggal dunia pada periode ini. Jumlah itu terhitung lebih sedikit dibanding periode yang sama pada tahun 2014 dimana tercatat ada 29 kasus dengan 36 orang tercatat dan dilaporkan meninggal dunia.
Jumlah itu ternyata lebih besar dibanding periode yang sama pada tahun 2014 di mana tercatat ada 43 insiden dengan tercatat dan terlaporkan 16 orang meninggal dunia.
Pada triwulan ketiga 2015 (Juli-September), tercatat ada 25 kasus keracunan pangan. Keracunan akibat pangan itu berturut - turut disebabkan oleh 9 insiden yang disebabkan oleh pangan dari bidang jasa boga. 5 insiden keracunan akibat pangan dari bidang jajanan, 4 insiden keracunan akibat pangan rumah tangga, 5 insiden kasus diakibatkan oleh minuman keras oplosan dan 2 insiden diakibatkan oleh keracunan akibat minuman ringan. 11 orang tercatat meninggal dunia dalam periode yang sama pada 2014 sebanyak 25 kasus tapi dengan jumlah korban meninggal dunia lebih sedikit yakni 4 orang.
Pengawasan Kurang
Angka kasus keracunan makanan di atas seharusnya bisa mengingatkan pemerintah agar serius melakukan pencegahan, namun BPOM yang berlaku sebagai institusi paling berwenang soal keamanan pangan terlihat kurang ada greget dalam beberapa kasus keracunan makanan yang ada di masyarakat luas. BPOM baru sigap melakukan tindakan seperti operasi pasar dan razia makanan dengan kandungan berbahaya setelah jatuh korban.
Kepala BPOM Roy Sparingga tak membantah pandangan miring mengenai lembaganya. Roy mengatakan tingginya kasus keracunan makanan di Indonesia salah satunya memang karena lemahnya pengawasan. Namun di sisi lain ia menampik BPOM dianggap lalai dalam hal pengawasan, Roy mengaku selama ini terus mengawasi secara berkala bahan pangan yang terindikasi berbahaya yang beredar luas di masyarakat Indonesia.
Khusus untuk tahun ini, ia menjanjikan BPOM akan lebih gencar lagi melakukan operasi pasar pemberantasan obat dan makanan ilegal, " Untuk obat, kami mengejar produk palsu dan untuk produk makanan yang kita fokuskan untuk tanggal kadaluwarsa nya", tandasnya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo juga mengeluhkan lemahnya pengawasan makanan berbahaya, ia menganggap kinerja BPOM lemah dalam mengawasi bahan makanan/ pangan berbahaya. Selain itu, mudahnya memperoleh bahan pangan berbahaya yang dilarang menjadi pelbagai bahan makanan juga merupakan persoalan tersendiri yang timbul di kemudian hari.
Sudaryatmo mengambil contoh zat formalin yang sering ditemukan pada beberapa kasus keracunan makanan. Hasil penyelidikan terhadap para pembuat makanan menunjukkan keracunan terjadi karena makanan diberi pengawet yang biasa digunakan untuk mengawetkan jenazah. Formalin, bahan pengawet mayat itu, bisa di dapat dengan bebas di pasaran.
"Pemerintah dengan seharusnya punya semua data penjual mana saja yang bisa memperjualbelikan, formalin. Penjual formalin seharusnya juga diwajibkan memiliki data siapa saja pembeli dan akan digunakan untuk apa. Dengan demikian, peredaran formalin dapat terpantau dengan baik." Sudaryatmo menegaskan.
Soal Ppenegakan hukum dalam kasus keracunan makanan juga menjadi sorotan penuh oleh YLKI. Sebetulnya, kata Sudaryatmo, telah ada seperangkat undang-undang yang melindungi konsumen akan merebaknya kejadian tersebut. Apalagi semenjak Menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menkes (PMK) No. 2 Tahun 2013 tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan.
Masih tingginya angka kasus keracunan makanan di Indonesia di atas menunjukkan bahwa bahan makanan berbahaya masih menjadi momok menakutkan bagi para konsumen Indonesia. Angka tersebut masih di luar kasus-kasus yang tidak turut serta dilaporkan pada pihak terkait. Penindakan hukum yang bersifat kuratif saja kiranya sangatlah tidak cukup. BPOM harus melaksanakan apa yang namanya fungsi pengawasan secara maksimal supaya kasus keracunan dapat semaksimal mungkin pula dapat di cegah.
"Indonesia sudah memiliki Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang pangan, dan sejumlah peraturan yang lain yang tentu saja mampu menjadi benteng besar untuk para konsumen Indonesia yang budiman. Namun, itu saja tidak cukup. Pemerintah harus menjamin semua produk yang beredar di pasaran dapat di konsumsi masyarakat dengan aman dan bebas dari bahan/zat berbahaya terhadap tubuh manusia." Tandasnya.
Terhitung pada awal 2016 sudah 4 kasus yang terekam dilaporkan, dengan total jumlah korban mencapai lebih dari 100 orang ang telah menjalani perawatan di Rumah Sakit atau Puskesmas. Satu orang diantaranya dilaporkan meninggal dunia akibat kasus yang terjadi di girijaya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan yang telah melakukan survei konsumsi makanan individu pada 2014 menemukan fakta bahwa ada sekitar 200 laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan telah terjadi di Indonesia per tahunnya.
Pada tahun 2015 pula Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) merilis ada seratus kasus keracunan pangan yang dilaporkan terjadi hingga akhir triwulan ketiga 2015. Tak hanya akibat jajanan dan makanan pada bidang jasa boga, ada pula keracunan diakibatkan oleh minuman ringan serta minuman keras oplosan.
Temuan lain yang diungkap BPOM mengenai jenis pangan yang bermasalah pun masih terhitung sama setiap tahunnya. Es batu, bakso berformalin dan sirup berperwarna tekstil adalah tiga jenis makanan berbahaya yang sering dan secara masif dapat dengan mudah dijumpai dan dikonsusmsi oleh masyarakat.
Pada triwulan pertama tahun 2015 (Januari-Maret) tercatat 25 kasus keracunan pangan dengan perincian 14 insiden yang disebabkan oleh makanan dari jasa boga, 5 insiden keracunan yang disebabkan oleh keracunan jajanan, 3 kasus dari minuman, serta 2 akibat pangan dari olahan rumah tangga. Tidak ada laporang yang meninggal dunia pada periode ini. Jumlah itu terhitung lebih sedikit dibanding periode yang sama pada tahun 2014 dimana tercatat ada 29 kasus dengan 36 orang tercatat dan dilaporkan meninggal dunia.
Jumlah itu ternyata lebih besar dibanding periode yang sama pada tahun 2014 di mana tercatat ada 43 insiden dengan tercatat dan terlaporkan 16 orang meninggal dunia.
Pada triwulan ketiga 2015 (Juli-September), tercatat ada 25 kasus keracunan pangan. Keracunan akibat pangan itu berturut - turut disebabkan oleh 9 insiden yang disebabkan oleh pangan dari bidang jasa boga. 5 insiden keracunan akibat pangan dari bidang jajanan, 4 insiden keracunan akibat pangan rumah tangga, 5 insiden kasus diakibatkan oleh minuman keras oplosan dan 2 insiden diakibatkan oleh keracunan akibat minuman ringan. 11 orang tercatat meninggal dunia dalam periode yang sama pada 2014 sebanyak 25 kasus tapi dengan jumlah korban meninggal dunia lebih sedikit yakni 4 orang.
Pengawasan Kurang
Angka kasus keracunan makanan di atas seharusnya bisa mengingatkan pemerintah agar serius melakukan pencegahan, namun BPOM yang berlaku sebagai institusi paling berwenang soal keamanan pangan terlihat kurang ada greget dalam beberapa kasus keracunan makanan yang ada di masyarakat luas. BPOM baru sigap melakukan tindakan seperti operasi pasar dan razia makanan dengan kandungan berbahaya setelah jatuh korban.
Kepala BPOM Roy Sparingga tak membantah pandangan miring mengenai lembaganya. Roy mengatakan tingginya kasus keracunan makanan di Indonesia salah satunya memang karena lemahnya pengawasan. Namun di sisi lain ia menampik BPOM dianggap lalai dalam hal pengawasan, Roy mengaku selama ini terus mengawasi secara berkala bahan pangan yang terindikasi berbahaya yang beredar luas di masyarakat Indonesia.
Khusus untuk tahun ini, ia menjanjikan BPOM akan lebih gencar lagi melakukan operasi pasar pemberantasan obat dan makanan ilegal, " Untuk obat, kami mengejar produk palsu dan untuk produk makanan yang kita fokuskan untuk tanggal kadaluwarsa nya", tandasnya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo juga mengeluhkan lemahnya pengawasan makanan berbahaya, ia menganggap kinerja BPOM lemah dalam mengawasi bahan makanan/ pangan berbahaya. Selain itu, mudahnya memperoleh bahan pangan berbahaya yang dilarang menjadi pelbagai bahan makanan juga merupakan persoalan tersendiri yang timbul di kemudian hari.
Sudaryatmo mengambil contoh zat formalin yang sering ditemukan pada beberapa kasus keracunan makanan. Hasil penyelidikan terhadap para pembuat makanan menunjukkan keracunan terjadi karena makanan diberi pengawet yang biasa digunakan untuk mengawetkan jenazah. Formalin, bahan pengawet mayat itu, bisa di dapat dengan bebas di pasaran.
"Pemerintah dengan seharusnya punya semua data penjual mana saja yang bisa memperjualbelikan, formalin. Penjual formalin seharusnya juga diwajibkan memiliki data siapa saja pembeli dan akan digunakan untuk apa. Dengan demikian, peredaran formalin dapat terpantau dengan baik." Sudaryatmo menegaskan.
Soal Ppenegakan hukum dalam kasus keracunan makanan juga menjadi sorotan penuh oleh YLKI. Sebetulnya, kata Sudaryatmo, telah ada seperangkat undang-undang yang melindungi konsumen akan merebaknya kejadian tersebut. Apalagi semenjak Menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menkes (PMK) No. 2 Tahun 2013 tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan.
Masih tingginya angka kasus keracunan makanan di Indonesia di atas menunjukkan bahwa bahan makanan berbahaya masih menjadi momok menakutkan bagi para konsumen Indonesia. Angka tersebut masih di luar kasus-kasus yang tidak turut serta dilaporkan pada pihak terkait. Penindakan hukum yang bersifat kuratif saja kiranya sangatlah tidak cukup. BPOM harus melaksanakan apa yang namanya fungsi pengawasan secara maksimal supaya kasus keracunan dapat semaksimal mungkin pula dapat di cegah.
"Indonesia sudah memiliki Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang pangan, dan sejumlah peraturan yang lain yang tentu saja mampu menjadi benteng besar untuk para konsumen Indonesia yang budiman. Namun, itu saja tidak cukup. Pemerintah harus menjamin semua produk yang beredar di pasaran dapat di konsumsi masyarakat dengan aman dan bebas dari bahan/zat berbahaya terhadap tubuh manusia." Tandasnya.